Monday, January 25, 2021

Hukum meniup makanan / minuman yang masih panas

 Dalam kitab nuzhatul majalis disebutkan 

وكان صلى الله عليه وسلم يكره الطعام الحار ويقول عليكم بالطعام البارد فإنه دواء ألا وإن الحار لا بركة فيه وفي العوارف عن النبي صلى الله عليه وسلم النفخ في الطعام يذهب البركة


Artinya : Nabi Muhammad SAW membenci makanan panas dan bersabda: "makanlah makanan yang dingin karena itu merupakan obat dan ingatlah sesungguhnya yang panas tidak ada keberkahan di dalamnya". Dan dalam kitab Al'awaarif dari Nabi disebutkan "meniup makanan menghilangkan keberkahan".
Hukum meniup makanan / minuman yang masih panas


Dalam hal ini jumhur Ulama fuqaha mengkategorikan pelarangan ini ke hukum MAKRUH. Dengan alasan yang di antaranya sebagai berikut:

  • Merubah aroma makanan/minuman
  • Menandakan sifat tergesa-gesa
  • Rakus
  • Tidak sabar
  • Membuat jijik

( نهى عن النفخ في الشراب ) فيكره لانه يغير رائحة الماء ( ت عن أبي سعيد ) وقال صحيح ( نهى عن النفخ في الطعام ) الحار ليبرد لانه يؤذن بشدة الشره وقلة الصبر ( والشراب ) لما ذكر في حديث آخر ان النفخ على الطعام يذهب البركة ( حم عن ابن عباس ) واسناده حسن
التيسير بشرح الجامع الصغير

Nabi melarang meniup minuman maka makruh hukumnya karena dapat merubah aroma air, melarang meniup makanan yang panas agar cepat dingin karena menandakan sangat rakus, kurang sabar. Dalam hadits lain “sesungguhnya meniup makanan menghilangkan keberkahan” (sanadnya Hasan)

أن نهيه عليه الصلاة والسلام عن النفخ في الطعام والشراب ليس على سبيل أن ما تطاير فيه من اللعاب نجس وإنما هو خشية أن يتقذرة الآكل منه فأمر بالتأدب
عمدة القاري شرح صحيح البخاري

Sesungguhnya larangan nabi alaihis salam meniup makanan dan minuman bukan berarti menunjukkan semburan yang keluar dari air ludah itu najis tapi dikhawatirkan berakibat jijiknya orang yang makan, maka diperintahkan beretika didalamnya.

Akan tetapi pendapat ini masih ada khilaf di dalamnya. Ada Ulama yang berpendapat bahwa meniup makanan atau minuman panas BOLEH jika ada hajat kepada hal itu. Memang yang lebih afdhal seorang menunggu sampai dingin dulu, baru dimakan atau diminum. Akan tetapi tidak semua orang ada kesempatan atau waktu untuk menunggu sampai dingin dikarenakan hal-hal tertentu.
Dalam hal ini, berlaku kaidah :
المكروه, يجوز فعله عند الحاجة إليه
“Sesuatu yang makruh, boleh dilakukan ketika ada kebutuhan kepadanya”

Imam Al-Mardawi –rahimahullah- berkata :
قال الآمدي : لا يكره النفخ في الطعام إذا كان حاراً . قلت (المرداوي) وهو الصواب ، إن كان ثَمَّ حاجة إلى الأكل حينئذ" انتهى

“Imam Al-Amudi –rahimahullah- berkata : Tidak dimakruhkan meniup makanan apabila makanan itu panas. Aku (Al-Mardawi) berkata : Dan ini pendapat yang benar, jika ada hajat untuk memakannya ketika itu.”
Bahkan sebagian ulama’ menyatakan, bahwa larangan meniup dan bernafas di dalam bejana hanya berlaku ketika beberapa orang minum dan makan secara bersama dari satu bejana. Karena akan memudharatkan orang lain yang setelahnya. Adapun jika sendiri, maka boleh.
Pendapat ini disebutkan oleh imam Badruddin Al-‘Aini –rahimahullah- (wafat : 855 H) :
وَهَذَا إِذا أكل أَو شرب مَعَ غَيره، وَإِذا كَانَ وَحده أَو مَعَ من يعلم أَنه لَا يستقذر شَيْئا مِنْهُ فَلَا بَأْس بالتنفس فِي الْإِنَاء

“(larangan bernafas di dalam bejana dan meniup makanan atau minuman hanya berlaku) apabila seorang makan atau minum bersama orang lain (dari bejana yang sama/satu). Apabila dia seorang diri, atau bersama seorang yang tahu bahwa ia tidak merasa jijik sedikitpun dengan hal itu, maka tidak mengapa (boleh) untuk bernafas di dalam bejana.”[ ‘Umdatul Qari’ : 21/200 ].



EmoticonEmoticon